Minggu, 26 Desember 2010

Ketika kuharus melepasmu

Inilah adalah cerpenku yang pertama kali kupasang di blog.  semoga kalian suka. selamat membaca!!!


Aku terdiam. Memandingi Rifky sedang bicara berdua dengan Wina di samping kelas. Wina adalah cinta pertamanya sekaligus mantanya dan Rifky masih mencintainya. Dan aku… meski telah menjadi miliknya, namun aku tak merasa aku ada di hatinya.

Aku ingin marah melihat Rifky dengan Wina, seharusnya ia tak menemui Wina lagi. Tapi, aku nggak sanggup. Aku tak bisa.

Sebenarnya, Rifky baik, sangat baik. Aku tahu, dia berusaha menghindari Wina demi aku meski ia masih mencintainya. Dan meski Rifky, mengatakan kalo ia membenci Wina karena telah selingkuh. Tapi, aku tahu ia masih mencintainya, sangat. Dan karena tak ingin Rifky meninggalkanku, aku pun pura-pura tak tahu apa-apa. Aku juga menutup telingaku dari cerita-cerita temanku tentang Rifky dan Wina.

“ Hari ini… ultah Adith. Dia bilang kalo dia ingin kita…” kata Wina. Melihat tingkah Wina, aku tahu kalo dia ingin kembali ke Rifky. Kembali bersama dengan Rifky seperti dulu.
“ Kita nggak mungkin pergi bersama” kata Rifky, terdengar berat.
“ Kenapa?” Mata Wina terlihat berkaca-kaca.
“ Kau tau kan, kita bukan pasangan lagi. Lagipula, aku udah punya Arin”

Wina terdiam, mungkin dia sedang menahan air matanya. Dan Aku… tetap diam memandangi mereka di balik tembok. Aku bisa melihat wajah Wina yang terlihat sangat sedih.

“ Kamu mau pergi sama dia?”
“ Aku tidak akan pergi” kata Rifky sambil melihat kea rah lain.
“ Ya udah… aku duluan” kata Wina berusaha senyum.

Wina menatap Rifky. Tapi, Rifky malah melihat ke arah lain. Dengan wajah sedih, Wina pergi meninggalkan Rifky. Setelah Wina berbalik meninggalkannya, Rifky terus memandangi Wina hingga menghilang dari tembok. Rifky masih di tempatnya, terdiam.
Aku tahu… saat ini. Dia berusaha memulihkan rasa sedihnya. Dan aku hanya bisa melihatnya. Beberapa menit kemudian, ia meninggalkan tempatnya. Aku pun berlari ke tempat parkir dan berpura-pura menunggunya.

“ Sorry ya, kamu dari tadi nunggu ya?” kata Rifky sambil tersenyum saat melihatku.
“ Nggak kok” kataku berusaha tuk tersenyum.
“ kamu darimana?” Tanyaku.
“ Tadi… dari perpus. Cari buku”
“ Oh…” kataku, lagi-lagi berpura-pura tak tahu.

Kemudian aku terdiam, mengingat kejadian tadi. Rifky dan Wina yang sedang bersama. Rifky yang terlihat sedih saat Wina meninggalkannya.
“ Kamu kenapa?” Tanya Rifky, heran.
“ Tidak. Tidak ada apa-apa kok” kataku sambil tersenyum.
“ Ya udah… ayo pulang” kata Rifky yang telah berada di atas motornya.
“ Ky, bisa nggak kita singgah dulu di lapangan basket. Di dekat rumahku”
“ Ngapain?”
“ Pengen aja”
Meski terlihat bingung, Rifky tetap mengabulkan permintaanku. Tanpa banyak protes ataupun bertanya.

Setelah sampai di lapangan basket, aku duduk di sebuah kursi panjang yang berada di samping lapangan tersebut. Rifky mengikutiku, ia duduk di sampingku. Rifky masih menatapku dengan penuh keheranan. Dan aku seolah tak tahu, aku terus melihat ke depan sambil tersenyum penuh bahagia, tepatnya berusaha tuk bahagia.

“ Kau tau nggak, ini adalah tempat yang paling ku sukai? Kalo berada di tempat ini aku merasa sangat senang. Bahkan kalo ngeliat lapangan basket, rasanya aku sangat senang” kataku tanpa melihat ke arah Rifky.
“ Kau sangat suka basket?”
“ Nggak, biasa aja. Lagipula, bukannya kau yang cinta mati banget ama basket?” kataku sambil melihat Rifky. Rifky hanya tertawa kecil.

“ Aku suka tempat ini karena di sini kamu bilang sama aku, kalo kamu ingin aku terus di sampingmu dan kamu ingin aku jadi pacarmu” kataku sambil menatap Rifky, tanpa senyum.
Rifky tiba-tiba berhenti tertawa. Dia mungkin menyadari perubahan raut wajahku. Aku berusaha menahan air mataku dan melihat kea rah lain.

“ Kau… tahu… saat itu… aku merasa sangat senang. Aku nggak menyangka… kamu akan bilang seperti itu. Aku merasa penantianku, nggak sia-sia. Kupikir sampai kapan pun, aku nggak bakalan dengar kata-kata itu dari mulutmu. Meski…” aku berhenti bicara, karena air mataku berebutan mau keluar.

Ya Allah. Kumohon, kuatkanlah aku setidaknya untuk saat ini.
“ Meski… bukan aku orang yang kau cintai” kataku sambil menatap Rifky. Kemudian setetes air mataku membasahi pipiku.
“ Kamu ngomong apa?”
“ Kamu nggak perlu berpura-pura mencintaiku lagi. Dan aku juga nggak ingin berpura-pura lagi tak mengetahui semuanya”

Rifky terdiam, menatapku dalam. Aku langsung mengalihkan pandanganku. Karena menatapnya, membuatku lemah.
“ Dulu aku berpikir, mungkin bersama waktu aku bisa menghapus bayang Wina. Tapi, ketika Wina kembali ke kehidupanmu. Aku sadar, sampai kapan pun aku nggak akan bisa menggantikannya di hatimu.”
“ Arin. Aku mencin…”
“ Sudahlah, Ky. Jangan katakan itu lagi. Aku sudah lelah, aku nggak sanggup lagi berpura-pura bahagia. Aku nggak sanggup lagi melihatmu menutupi perasaanmu dari Wina. aku nggak ingin jadi orang jahat yang berada diantara kalian”
“ Arin aku bener mencintaimu…”

“ Apa kau bisa tak menghiraukan Wina demi aku? Apa kau bisa hanya melihat aku? Apa kau bisa hanya memikirkanku bukan Wina? Apa kau bisa mencintaiku… hanya aku?” kataku dengan nada tinggi.

Rifky terdiam. Menunduk. Aku tersenyum, tersenyum dalam tangis menatapnya.
“ Kamu nggak bisa kan? Dan sampai kapan pun nggak akan bisa. Karena di hatimu Cuma ada dia. Sekarang, kau boleh bersama dia lagi” kataku.
Rifky menatapku, ia menatapku penuh bersalah. Dan aku hanya bisa menangis, karena aku nggak sanggup menahan air mata ini lagi.
“ Setelah ini, berpura-puralah tak melihatku. Karena aku juga akan melakukan hal yang sama” kataku sambil berdiri.

Kemudian aku melangkahkan kakiku, meninggalkannya. walaupun terdengar sangat kecil, tapi aku bisa mendengar kata maaf Rifky. Namun, aku tak menghiraukannya. Aku tetap melangkah meninggalkannya. karena memang inilah yang harus ku lakukan. Meski, terasa berat tapi hanya ini jalan terbaik untukku, Rifky, dan Wina. Aku berharap bersama langkahku meninggalkannya, akan terhapus rasa sayang ini untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks udah berkunjung di blogku.
mohon tinggalkan koment anda.
semoga koment anda membantu saya dalam penulisan selanjutnya.
Arigatoh...